“Kami hidup dari laut, dari hutan, dari tanah ini. Kalau semua rusak, kami bukan orang Papua lagi,” ujar Sahabat dari Papua.
Jejak Luka di Surga Kecil Dunia
Raja Ampat. Namanya telah mendunia. Bagi para penyelam, ini adalah surga bawah laut. Bagi masyarakat lokal, tanah dan laut adalah warisan leluhur yang menyatu dengan identitas mereka. Namun dalam beberapa hari ini terus ramai di banyak media massa maupun sosial media kami, bayang-bayang surga itu mulai ternoda.
Eksplorasi alam yang masif, mulai dari tambang, pembukaan lahan untuk perkebunan skala besar, hingga pembangunan infrastruktur tidak ramah lingkungan, perlahan mengubah wajah Raja Ampat, (bisa dilohat di foto). Kerusakan permukaan tanah, pencemaran laut, hingga abrasi pantai mulai dirasakan warga sekitar.
Dampaknya Tak Hanya pada Lingkungan, Namun Luka budaya. Alam dan Budaya yang Tak Terpisahkan
Di Papua, budaya tidak bisa dipisahkan dari lanskap alam. Nama-nama tempat mengandung mitologi. Tari-tarian terinspirasi dari gerakan burung cendrawasih. Lagu rakyat menyuarakan ritme ombak. Bahkan sistem nilai pun lahir dari keterikatan manusia dengan alam.
Ketika hutan gundul dan laut tercemar, masyarakat adat kehilangan lebih dari sekadar ruang hidup mereka kehilangan sumber inspirasi, simbol dan keberlanjutan identitas. (artngalam.id)